Jumat, 13 Desember 2013

Tulisan Bahasa Indonesia

Dampak Kepercayaan Investor Pada Dollar Dibandingkan Rupiah

The Fed menyatakan bahwa perekonomian Amerika Serikat masih belum kuat jika berjalan tanpa stimulus. Pernyataan ini dilontarkan oleh The Fed pada dini hari tadi. Sebagai hasilnya, sentimen ini langsung ditanggapi oleh pasar. Investor rupanya lebih percaya kepada dollar AS yang bisa dikatakan sebagai safe heaven.
Menurut catatan Bloomberg, pada pembukaan perdagangan pagi ini, non-delivery forward atau NDF kembali melemah sebanyak 60 poin atau 0.54% menjadi Rp. 11.235 per US$. Sedangkan menurut pantauan Yahoofinance, Rupiah berada di level Rp. 11.170 per US$. Dalam kasus ini, Rangga Cipta selaku Ekonom Samuel Sekuritas menyatakan bahwa The Fed menyalahkan hal ini kepada kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal tersebut justru terus menghambat pertumbuhan ekonomi.
Tidak peduli tanpa adanya tapering namun pasar melihatnya sebagai adanya  indikasi penundaan tapering. Dengan begitu, dipertahankannya stimulus justru direspon dengan menguatnya Dollar Indeks. Sebaliknya, Dow Jones dan S&P 500 justru terpangkas cukup signifikan dengan adanya sinyalemen ini. The Fed tetap menyatakan bahwa pasar masih akan tetap dipengaruhi oleh pengumuman data-data yang ada di perekonomian AS. Data-data tersebut termasuk data penyerapan tenaga kerja dan data sektor perumahan.
Memang, kemarin pasar Asia mengalami pergerakan yang positif. Pergerakan ini terjadi akibat hasil buruk data perekonomian AS. Lebih lanjut lagi, pergerakan tersebut juga dilandasi adanya harapan penundaan tapering. Sayangnya, tidak semua mata uang berhasil mengalami penguatan terhadap dollar AS.
Sebagai contoh adalah Rupiah sendiri yang terus melemah baik di kurs Jisdor ataupun kurs NDF. Hal ini berlangsung selama satu bulan terakhir bahkan sampai kemarin sore. Pagi ini saja, pada pembukaan perdagangan kurs spot Rupiah naik menjadi Rp. 11.208 per US$. Umumnya, hal ini terjadi karena adanya tekanan permintaan dollar AS yang sangat tinggi khususnya pada akhir bulan.
Bagaimana dengan kondisi esok hari? Sepertinya aroma defisit masih akan tetap kembali kepermukaan. Kondisi ini didasarkan pada data neraca perdagangan. Diprediksikan, Rupiah juga masih terus melemah khususnya kerena Dollar Indeks yang masih terus menguat. Bahkan hari ini optimisme adanya penundaan tapering semakin kecil.
Seperti diberitakan, kemarin, 30 Oktober 2013 Rupiah juga ditutup dalam keadaan melemah. Kemungkinan besar pelemahan ini disebabkan karena investor lebih berharap bahwa The Fed masih akan terus melanjutkan stimulus moneternya. Kemarin saja, Bloomberg memberikan informasi bahwa Rupiah mengalami pelemahan sebanyak 72 poin atau 0.65% dan ditutup pada posisi Rp. 11.175 per US$. Pergerakan hariannya ada di kisaran Rp. 11.126 per US$.
Di sisi lain, kemarin Yahoofinance mencatat adanya kenaikan pada Rupiah sebanyak 75 poin atau 0.67% dan ditutup pada kisaran Rp. 11.180 per US$. Pergerakan hariannya berkisar antara Rp. 11.175 hingga Rp. 11.221 per US$.
analisa:
Aktivitas perekonomian di dunia sebagian besar menggunakan kurs dollar. Banyak negara yang terpengaruh kurs mata uangnya karena mata uang dollar yang berfluktuasi. Salah satunya adalah mata uang rupiah. Rupiah belakangan ini semakin melemah disebabkan banyaknya permintaan akan kurs dollar. Apabila kurs rupiah terus-terusan mengalami penuruan nilai, maka kejadian tahun 1997 dapat terulang kembali dimana nilai tukar mengambang dan mengalami penuruan. Tekanan yang dihadapi Indonesia terhadap nilai tukar adalah semakin banyaknya barang yang mengalami inflasi. Ekspor impor yang mengalami inflasi sehingga menyebabkan krisis moneter. Kerugian dihadapi pula oleh investor yang menanamkan sahamnya di Indonesia. Karena transaksi kemungkinan besar menggunakan kurs rupiah pada saat itu. Dan juga, Utang Luar Negeri yang semakin membengkak sehingga bisa dikatakan Indonesia mengalami penyakit kronis yang sulit untuk disembuhkan.
Dengan melemahnya nilai rupiah menyebabkan permintaan daya beli konsumen mengalami penurunan. Produksi barang dan jasa semakin mahal sehingga sangat berpengaruh terhadap masyarakat kecil di Indonesia. Dari segi produsen, menurunya daya beli menyebabkan produksi semakin menurun sehingga menyebabkan kerugian. Kerugian yang dihadapi oleh produsen menyebabkan produsen tidak mampu memberi upah pegawai-pegawainya, sehingga terjadila PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Dengan adanya PHK ini banyak masyarakat Indonesia menganggur dan tidak mendapatkan pekerjaan. Produsen juga sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor apabila nilai tukar rupiah mengalami penurunan terus menerus.
Pemerintah juga sulit untuk mengendalikan pendapatan negara, karena pajak yang terus berkurang karena pemerintah mengurangi output. Investor lebih percaya terhadap kurs dollar dari pada kurs rupiah, sehingga Indonesia kesulitan untuk meningkatkan kurs nilai mata uang rupiah, karena investor membatasi diri terhadap produksi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar