Dampak Kepercayaan Investor Pada Dollar Dibandingkan Rupiah
The Fed menyatakan bahwa
perekonomian Amerika Serikat masih belum kuat jika berjalan tanpa
stimulus. Pernyataan ini dilontarkan oleh The Fed pada dini
hari tadi. Sebagai hasilnya, sentimen ini langsung ditanggapi oleh
pasar. Investor rupanya lebih percaya kepada dollar AS yang bisa
dikatakan sebagai safe heaven.
Menurut catatan
Bloomberg, pada pembukaan perdagangan pagi ini, non-delivery forward
atau NDF kembali melemah sebanyak 60 poin atau 0.54% menjadi Rp.
11.235 per US$. Sedangkan menurut pantauan Yahoofinance, Rupiah
berada di level Rp. 11.170 per US$. Dalam kasus ini, Rangga Cipta
selaku Ekonom Samuel Sekuritas menyatakan bahwa The Fed menyalahkan
hal ini kepada kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal tersebut justru
terus menghambat pertumbuhan ekonomi.
Tidak peduli tanpa adanya
tapering namun pasar melihatnya sebagai adanya indikasi
penundaan tapering. Dengan begitu, dipertahankannya stimulus justru
direspon dengan menguatnya Dollar Indeks. Sebaliknya, Dow Jones dan
S&P 500 justru terpangkas cukup signifikan dengan adanya
sinyalemen ini. The Fed tetap menyatakan bahwa pasar masih
akan tetap dipengaruhi oleh pengumuman data-data yang ada di
perekonomian AS. Data-data tersebut termasuk data penyerapan tenaga
kerja dan data sektor perumahan.
Memang, kemarin pasar
Asia mengalami pergerakan yang positif. Pergerakan ini terjadi akibat
hasil buruk data perekonomian AS. Lebih lanjut lagi, pergerakan
tersebut juga dilandasi adanya harapan penundaan tapering. Sayangnya,
tidak semua mata uang berhasil mengalami penguatan terhadap dollar
AS.
Sebagai contoh adalah
Rupiah sendiri yang terus melemah baik di kurs Jisdor ataupun kurs
NDF. Hal ini berlangsung selama satu bulan terakhir bahkan sampai
kemarin sore. Pagi ini saja, pada pembukaan perdagangan kurs spot
Rupiah naik menjadi Rp. 11.208 per US$. Umumnya, hal ini terjadi
karena adanya tekanan permintaan dollar AS yang sangat tinggi
khususnya pada akhir bulan.
Bagaimana dengan kondisi
esok hari? Sepertinya aroma defisit masih akan tetap kembali
kepermukaan. Kondisi ini didasarkan pada data neraca perdagangan.
Diprediksikan, Rupiah juga masih terus melemah khususnya kerena
Dollar Indeks yang masih terus menguat. Bahkan hari ini optimisme
adanya penundaan tapering semakin kecil.
Seperti diberitakan,
kemarin, 30 Oktober 2013 Rupiah juga ditutup dalam keadaan melemah.
Kemungkinan besar pelemahan ini disebabkan karena investor lebih
berharap bahwa The Fed masih akan terus melanjutkan
stimulus moneternya. Kemarin saja, Bloomberg memberikan informasi
bahwa Rupiah mengalami pelemahan sebanyak 72 poin atau 0.65% dan
ditutup pada posisi Rp. 11.175 per US$. Pergerakan hariannya ada di
kisaran Rp. 11.126 per US$.
Di sisi lain, kemarin
Yahoofinance mencatat adanya kenaikan pada Rupiah sebanyak 75 poin
atau 0.67% dan ditutup pada kisaran Rp. 11.180 per US$. Pergerakan
hariannya berkisar antara Rp. 11.175 hingga Rp. 11.221 per US$.
analisa:
Aktivitas perekonomian di
dunia sebagian besar menggunakan kurs dollar. Banyak negara yang
terpengaruh kurs mata uangnya karena mata uang dollar yang
berfluktuasi. Salah satunya adalah mata uang rupiah. Rupiah
belakangan ini semakin melemah disebabkan banyaknya permintaan akan
kurs dollar. Apabila kurs rupiah terus-terusan mengalami penuruan
nilai, maka kejadian tahun 1997 dapat terulang kembali dimana nilai
tukar mengambang dan mengalami penuruan. Tekanan yang dihadapi
Indonesia terhadap nilai tukar adalah semakin banyaknya barang yang
mengalami inflasi. Ekspor impor yang mengalami inflasi sehingga
menyebabkan krisis moneter. Kerugian dihadapi pula oleh investor yang
menanamkan sahamnya di Indonesia. Karena transaksi kemungkinan besar
menggunakan kurs rupiah pada saat itu. Dan juga, Utang Luar Negeri
yang semakin membengkak sehingga bisa dikatakan Indonesia mengalami
penyakit kronis yang sulit untuk disembuhkan.
Dengan melemahnya nilai
rupiah menyebabkan permintaan daya beli konsumen mengalami penurunan.
Produksi barang dan jasa semakin mahal sehingga sangat berpengaruh
terhadap masyarakat kecil di Indonesia. Dari segi produsen, menurunya
daya beli menyebabkan produksi semakin menurun sehingga menyebabkan
kerugian. Kerugian yang dihadapi oleh produsen menyebabkan produsen
tidak mampu memberi upah pegawai-pegawainya, sehingga terjadila PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja). Dengan adanya PHK ini banyak masyarakat
Indonesia menganggur dan tidak mendapatkan pekerjaan. Produsen juga
sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor apabila nilai tukar
rupiah mengalami penurunan terus menerus.
Pemerintah juga sulit
untuk mengendalikan pendapatan negara, karena pajak yang terus
berkurang karena pemerintah mengurangi output. Investor lebih percaya
terhadap kurs dollar dari pada kurs rupiah, sehingga Indonesia
kesulitan untuk meningkatkan kurs nilai mata uang rupiah, karena
investor membatasi diri terhadap produksi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar