Jumat, 13 Desember 2013

Tulisan Bahasa Indonesia

Berbagai Hal yang Mempengaruhi Pengelolaan Utang Negara Menurut BPK

BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan menilai bahwa desain serta pelaksanaan kerangka ekonomi makro pengelolaan utang negara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2010-2012 belum bisa dibilang efektif dalam menjaga kesinambungan fiskal di negara kita. Hadi Poernomo, Ketua BPK, pada hari Selasa (1/10/2013) mengatakan di Gedung DPR Jakarta bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya kerangka ekonomi makro pengelolaan utang yang dilakukan oleh pemerintah negara kita. Faktor pertama yang mempengaruhi hal tersebut yaitu belum adanya dasar hukum yang mengatur pengelolaan kewajiban kontingen. Faktor kedua yaitu kenyataan bahwa belum semua unsur kesinambungan fiskal dipertimbangkan ketika penyusunan APBN dilakukan.
Sementara itu, faktor ketiga yang mempengaruhi tidak efektifnya kerangka ekonomi makro pengelolaan utang negara di Indonesia yaitu belum adanya kerangka kerja yang digunakan dalam proses penyelarasan aset serta utang yang dikelola oleh otoritas fiskal dan moneter. Sementara itu, desain serta pelaksanaan pengelolaan utang telah dinilai efektif dalam menjaga kesinambungan fiskal di negara kita. Akan tetapi, Hadi juga menyatakan bahwa pihaknya masih menemukan adanya beberapa permasalahan baru yang masih harus diperbaiki dalam desain serta pelaksanaan strategi tersebut. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah strategi pengelolaan utang jangka menengah yang masih  belum komprehensif serta belum dilakukannya review strategi bersifat kuantitatif sampai saat ini.
Hadi juga menungkapkan bahwa pemerintah juga belum mendokumentasikan semua faktor yang dianggap turut mempengaruhi keputusan dalam hal penetapan owners estimate surat utang negara. Selain itu, Hadi juga mengungkapkan bahwa pemerintah kita juga belum mempunyai pedoman teknis yang bisa digunakan dalam penetapan struktur portofolio, kupon, serta efektif cost. Hadi juga menambahkan bahwa pemerintah juga belum punya kerangka penyelarasan aset dan hutang dalam neraca pemerintah pusat. Bukan itu saja, menurut Hadi, pemerintah juga belum mempunyai suatu bentuk strategi serta kebijakan yang memadai yang bisa digunakan dalam mempertahankan kepemilikan individu pada SBN ritel maupun mengembangkan pasar SBSN atau Surat Berharga Syariah Negara.
Jumlah utang negara sendiri, seperti diketahui, mengalami peningkatan pada periode tahun 2007-2011 dimana jumlah utang yang semula sebesar Rp. 1.385,55 triliun meningkat menjadi sebesar Rp. 1.804,37 triliun pada tahun 2011. Menurut keterangan Hadi, pemerintah Indonesia telah secara bertahap berusaha mengurangi jumlah pinjaman luar negeri sehingga jumlah porsi SBN dari total utang pun menjadi lebih besar. Per 31 Desember 2007, saldo SBN sendiri adalah sebesar Rp. 799,19 triliun dan tercatat pada akhir tahun 2011 lalu, jumlah tersebut meningkat pesat menjadi Rp. 1.183 triliun rupiah. Untuk itu, diperlukan strategi yang baik untuk melakukan pengelolaan utang negara supaya jumlah total utang negara kita tidak terus meningkat setiap tahunnya.
 
analisa:
Badan Pemeriksa Keungan (BPK), memeriksa beberapa hal yang mempengaruhi pengelolaan utang negara. Faktor pertama, yaitu belum adanya dasar hukum yang mengatur pengelolaan kewajiban kontingen. Faktor kedua yaitu kenyataan bahwa belum semua unsur kesinambungan fiskal dipertimbangkan ketika penyusunan APBN dilakukan. Faktor ketiga, yaitu tidak efektifnya kerangka ekonomi makro pengelolaan utang negara di Indonesia yaitu belum adanya kerangka kerja yang digunakan dalam proses penyelarasan aset serta utang yang dikelola oleh otoritas fiskal dan moneter. Kewajiban kontingen, yaitu kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali suatu entitas. Kewajiban kontingen ini perlu dibuatkan dasar hukum karena berkaitan dengan kendali suatu entitas.
Jika dianalisis lebih lanjut, kinerja pegawai pemerintahan kurang agresif dalam mengelolah struktur keuangan negara. Banyak hal yang perlu direvisi agar pengelolaan utang negara dapat berjalan dengan baik. Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, pemerintah hendaknya melakukan penyelarasan terhadap aset serta utang yang dikelolah oleh otoritas fiskal dan moneter. Aset negara harus selaras dengan utang.
Pemerintah hendaknya mengatur ulang beberapa pegawai pemerintah dan memeriksa ulang pekerjaan dari pegawai pemerintah agar setiap bagian dari aktivitas keuangan negara dapat selesaikan atau terealisasi dengan baik. Memberikan sanksi kepada pegawai juga memungkinkan kinerja pegawai semakin baik. Kelanjutan perekonomian di Indonesia didasari oleh kinerja pegawai pemerintahan. Jika pekerjaan di pemerintahan dapat berjalan dengan baik, maka kemajuan perekonomian di Indonesia lebih baik pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar