Rupiah Mulai Menguat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlahan, kurs rupiah mulai menguat dan kembali memasuki
level 10.000-an.Sejumlah bank juga mulai membeli dollar AS di kisaran Rp
10.800-an. Sebagai contoh, kemarin Bank Mandiri mematok kurs beli dollar AS di
level Rp 10.850-Rp 10.903. Secara umum, penguatan rupiah juga tecermin pada kurs tengah Bank
Indonesia (BI) yang menguat 1,12 persen ke Rp 11.142 per dollar AS. Pun begitu
di pasar spot, rupiah menguat 1,21 persen ke Rp 11.015 per
dollar AS bahkan sempat di level Rp 10.800 per dollar AS.
Kalau dihitung dari level tertinggi rupiah di Rp 11.649 per dollar AS pada 5
September 2013, rupiah sudah menguat 5,44 persen. Tapi sejak
awal tahun, rupiah masih tercatat melemah 12,48 persen.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar
memperkirakan, sampai akhir tahun nanti, rupiah bisa menguat ke kisaran 10.800-11.200,
terpicu membaiknya ekonomi dalam negeri. "Asing sudah melirik pasar
keuangan kita, itu positif bagi rupiah," katanya. Saat bersamaan, dollar
AS memang dalam tren melemah terhadap nyaris semua mata uang. Reny Eka Putri,
analis pasar uang Bank Mandiri, menilai, upaya BI dan pemerintah, seperti
kenaikan suku bunga dan fasilitas simpanan BI serta perjanjian bilateral swap,
mulai membawa hasil.
Albertus Christian, analis Monex
Investindo mengatakan, pelemahan rupiah selama ini dipicu spekulasi pengurangan
stimulus di AS sehingga terjadi capital outflow. Faktor dari dalam negeri
seperti meningkatnya inflasi, jurang defisit neraca perdagangan yang melebar,
pengurangan subsidi bahan bakar juga menekan rupiah.
Kini, beberapa kekhawatiran itu
sudah hilang. Sebut saja inflasi mulai terkendali dan posisi neraca perdagangan
mulai surplus. Alhasil,rupiah pun bangkit. Namun ke depan,
bayang-bayang tahun pemilihan umum menghantui rupiah. Apalagi, menurut
Albertus, pasar belum melihat calon presiden yang sesuai harapan, termasuk visi
ekonomi sang calon presiden.
Faktor lain yang akan sangat
mempengaruhi arah rupiah adalah pengurangan (tapering off)
stimulus moneter Amerika Serikat. Memang, saat ini Bank Sentral Amerika Serikat
(Federal Reserve) menunda pengurangan stimulus itu hingga Maret 2014. Tapi,
penundaan itu tal lebih seperti bom waktu. Jika AS mengurangi stimulus, rupiah akan kembali terkapar.
Jadi, BI dan pemerintah bak berpacu
dengan waktu yang amat sempit untuk menyiapkan regulasi untuk mengantisipasi
itu semua. Dus, segeralah memanfaatkan momentum penguatan ini untuk bersiaga,
bukan berleha-leha.(Agus Triyono, Febrina Ratna Iskana/Kontan)
analisa:
Uang
telah dianggap oleh semua orang sebagai kebutuhan utama. Semua orang bekerja
demi mendapatkan uang. Pada kenyataanya, negara juga menngenggap bahwa uaang
itu adalah kebutuhan yang penting. Dengan melemahnya nilai rupiah yang terjadi
baru-baru ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang negatif yang terjadi.
Seperti Utang Luar Negeri yang kian menipis dan terjadinya ketidak seimbangan
pada neraca perdagangan. Dalam analisa oleh beberapa pengamat artikel diatas
mengatakan bahwa rupiah bisa menguat apabila keadaan ekonomi membaik. Indonesia
sendiri harus memperhatikan keadaan ekonomi yang sedang terjadi, pasang surut
yang dialami, dan berapa banyak pendapatan yang didapat melalui kegiatan
ekonomi tersebut. Apabila keadaan ekonomi Indonesia stabil maka keadaan nilai
rupiah akan stabil pula. Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai rupiah
melemah. Pertama, faktor luar negeri. Nilai rupiah melemah karena dipicu
spekulasi pengurangan stimulus di Amerika Serikat sehingga terjadi capital
outflow. Capital outflow adalah aliran arus modal keluar yang disebabkan dari
beberapa faktor ekonomi atau alasan politik tetapi dapat sering saling
berhubungan. Kedua, faktor dalam negeri. Meningkatnya inflasi, jurang defisit
neraca perdagangan yang melebar, dan pengurangan subsidi bahan bakar.
Indonesia
penting menjaga nilai tukar rupiah agar tetap naik. Ada beberapa alasan mengapa
nilai tukar rupiah harus tetap naik. Pertama, jika nilai rupiah kuat, maka akan
mengurangi tekanan inflasi. Kedua, produk-produk ekspor Indonesia akan mendapat
persaingan (dari sisi harga) yang lebih ketat dari produk yang berasal dari
negara dengan apresiasi mata uang lebih rendah dari Indonesia, seperti
Malaysia, Thailand, dan China. Ketiga, dengan nilai tukar rupiah yang kuat, membuat
industri penghasil barang-barang konsumsi dengan orientasi pasar domestik akan
mendapatkan persaingan yang lebih ketat dari barang-barang konsumsi impor.
Dari
artikel yang saya ambil dari Tribunnews (Sabtu, 26 Oktober 2013) dijelaskan bahwa nilai tukar rupiah membaik
dan bangkit, dilihat dari berkurangnya inflasi dan neraca perdagangan yang
mengalami surplus. Dalam kenyataanya, pemimpin negara berpengaruh terhadap
lemah tidaknya nilai tukar rupiah. Menurut pendapat saya, pemerintah tidak
perlu harus bekerja keras untuk mempertahankan nilai tukar, tapi cenderung
menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan yang
mendukung surplus neraca berjalan, sehingga nilai rupiah secara otomatis
menjadi kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar