Senin, 28 Oktober 2013

Tulisan Bahasa Indonesia

BI: Pengetatan Aturan "Hedging" demi Stabilitas Rupiah

JAKARTA, KOMPAS.com — Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menegaskan, pengetatan aturan lindung nilai (hedging) kepada bank dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/8/PBI/2013 demi menjaga stabilitas rupiah. "BI itu intinya menjaga stabilitas dan kita lihat bahwa konsen utama dari pasar adalah current account dan inflasi. Itu sudah di-address oleh BI dengan sedikit melakukan pengetatan yang tentunya bisa memperbaiki current account deficit," kata Mirza di Kantor Pusat BI, Jumat (11/10/2013).

Mirza mengatakan, aturan pengetatan lindung nilai kepada bank yang tertuang dalam PBI tersebut antara lain untuk memberi payung hukum bagi BUMN yang masih ragu melakukan lindung nilai. "Kenapa PBI diterbitkan? Untuk memberikan payung hukum bagi korporasi BUMN yang masih ragu untuk melakukan hedging," ujarnya. Aturan lindung nilai, menurut Mirza, sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Ia memberi penjelasan mengenai mekanisme instrumen swap.
 "Swap itu misalnya ada korporasi punya utang dollar AS. Kalau misalnya pada waktu situasi rupiah sedang goyang dan dia ingin dapat suatu kepastian, maka dia membeli swap. Supaya kira-kira dia dapat kurs untuk pembayaran atau transaksi 1 bulan ke depan. Atau importir, dia kan ada jatuh tempo pembayaran impor, dia beli, dia swap, dia hedging supaya dapat kepastian kursnya berapa. Itu bukan instrumen baru," jelasnya.
Seperti diberitakan, BI pada 7 Oktober 2013 menerbitkan PBI No.15/8/PBI/2013 tentang transaksi lindung nilai kepada bank. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah, PBI lindung nilai adalah rumusan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Aturan tersebut juga untuk mendukung pasar keuangan yang sehat, terutama pasar valuta asing domestik. Para pelaku ekonomi harus melakukan transaksi lindung nilai atas kegiatan ekonominya dengan menggunakan instrumen forward dan swap.
Analisa:
Hedging atau lindung nilai adalah tindakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan resiko yang terkait dari langkah tertentu yang diambil seseorang. Dalam artikel yang diambil dari Harian Kompas ( Jumat, 11 Oktober 2013), menyatakan bahwa Bank Indonesia melakukan pengetatan aturan hedging demi stabilitas rupiah. Bank Indonesia melakukan pengetatan aturan hedging yang bisa memperbaiki current account deficit. Current account berhubungan dengan transaksi ekspor dan impor barang dan jasa.  Ada beberapa hal yang perlu dikhawatirkan apabila terjadi current account deficit. Pertama, defisit jangka panjang perlu diwaspadai karena membutuhkan pendanaan yang terus menerus. Dalam hal ini, pendanaan berupa pinjaman luar negeri yang harus dikembalikan pada masanya. Kedua, negara harus menaikan suku bunga untuk menarik investor asing, sehingga dapat menimbulkan masalah baru bagi kondisi perekenomian makro didalam negeri. Ketiga, defisit yang terlalu besar dapat menjadi tanda ketidakseimbangan dalam ekonomi dan sektor produksi yang tidak kompetitif. Akibatnya, akan ada konsumsi yang melebihi produksi, sehinnga Indonesia membutuhkan impor untuk menutupi kekurangan tersebut. Keempat, defisit yang meningkat dapat menimbulkan peningkatan ULN, sehingga memperbanyak beban financial yang harus ditanggung oleh Indonesia pada masanya.

Dari penjelasan diatas, kita dapat melihat bahwa aturan hedging sangat dibutuhkan untuk mengurangi segala rsiko yang ditanggung. Untuk melakukan transaksi impor misalnya. Indonesia dapat melakukan transaksi SWAP, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan tujuan menjaga kemungkinan kerugian yang disebabkan perubahan kurs. Jadi, ketika suatu perusahaan di Indonesia memiliki Utang Luar Negeri dan kurs rupiah sedang goyang, maka perusahaan tersebut dapat melakukan transaksi SWAP, yaitu membeli dollar untuk melakukan pembayaran 1 bulan kedepan. Dan untuk perusahaan importir, dengan melakukan hedging, maka dapat mengetahui berapa kepastian kurs. Transaksi SWAP dan FORWARD, merupakan transaksi lindung nilai (hedging)  guna untuk mengurangi resiko nilai tukar yang dilakukan oleh pelaku ekonomi. Dengan demikian, maka current account deficit tidak begitu mengkhawatirkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar