Hukum perikatan
Di Indonesia, banyak
terdapat hukum-hukum secara tertulis. Hukum-hukum tersebut di atur sedemikian
rupa agar dapat diterima oleh kalangan masyarakat. Terlebih lagi untuk hukum
perikatan. Di dalam sistem pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menganut sistem terbuka,yakni setiap
orang dapat melaksanakan atau mengadakan perjanjian mengenai apa yang telah
ditetapkan dalam Buku III KUH Perdata, baik mengenai bentuk maupun isi
perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
dan kesusilaan.
A. PENGERTIAN PERIKATAN (verbintenissenrecht)
Perikatan adalah hukum
yang terjadi diantara dua orang pihak atau lebih, yakni pihak yang satu berhak
atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga
sebaliknya. Ternyata, ada beberapa perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum
dalam memberikan istilah Hukum Perikatan.
1. Menurut
Wirjono Prodjodikoro
Dalam bukunya Asas-Asas Hukum
Perjanjian, verbintenissenrecht diterjemahkan
sebagai hukum perjanjian bukan hukum perikatan.
2. Menurut
R. Subekti
Beliau memberikan artian menurut judul
Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, dimana dalam bukunya yang berjudul
Pokok-Pokok Hukum Perdata, arti kata perikatan itu memiliki arti yang lebih
luas yaitu:
a. Persetujuan
atau perjanjian
b. Perbuatan
yang melanggar hukum
c. Pengurusan
kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
Subekti memiliki asumsi bahwa perikatan
muncul diawali dengan adanya sebuah perjanjian. Maka dari itu, perjanjian
merupakan salah satu sumber yang menimbulkan perikatan, dan masyarakat bebas
untuk mengadakan perjanjian.
B.
MENGAPA ADA HUKUM PERIKATAN?
Tidak alasan jika tidak ada dasar. Begitu juga untuk
Hukum Perikatan. Hukum Perikatan ada karena Hukum Perikatan memiliki dasar dan
asas-asas yang memperkuat Hukum Perikatan. Dasar- dasar itu adalah sbb:
a.
Perikatan yang timbul dari persetujuan
b.
Perikatan yang timbul dari Undang-undang
c.
Perikatan yang terjadi tidak dengan
perjanjian.
Lalu, asas-asas Hukum Perikatan adalah sbb:
a.
Asas kebebasan berkontrak
Dalam
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
b.
Asas konsensualisme
Perjanjian
itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan
memerlukan sesuatu formalitas. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata ada empat syarat
suatu perjanjian yaitu:
·
Kata sepakat antara pihak yang
mengikatkan diri
·
Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·
Mengenai suatu hal tertentu
·
Suatu sebab yang halal.
C. APA
AKIBAT MELANGGAR HUKUM PERIKATAN?
Dalam Hukum Perikatan dikenal dengan sebuah istilah
Wansprestasi, yaitu suatu keadaan dimana keadaan itu timbul apabila salah satu
pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, baik karena lalai,
maupun ingkar janji. Akibat dari melakukan wansprestasi adalah sbb:
·
Membayar kerugian yang diserita oleh
kreditur dengan membayar biaya-biaya, rugi kreditur (rusaknya barang oleh
kreditur misalnya), dan bunga karena kreditur mengalami kerugian atas
keuntungan yang sudah diperhitungkan.
·
Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian.
·
Peralihan rsiko, yaitu kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan pasal 1237 KUH Perdata.
·
Membayar biaya perkara pihak yang kalah
membayar semua administrasi serta kerugian, jika perkaranya sampai ke
pengadilan.
D. BAGAIMANA CARA MENGHADAPI HUKUM PERIKATAN?
Jika seorang debitur
yang dituduh lalai, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa alasan
untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman.
·
mengajukan tuntutan adanya keadaan
memaksa, yakni pihak debitor menunjukan bahwa tidak terlaksananya apa yang
dijanjikan itudisebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan
dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang
timbul di luar dugaan tadi.
·
Mengajukan bahwa si kreditor sendiri
juga telah lalai
·
Pelepasan hak, yaitu suatu sikap
kreditor darimana pihak kreditor boleh menyimpulkan bahwa kreditor itu sudah
tidak akan menuntut ganti rugi.
Jika masing-masing pihak akan menghapuskan
perikatannya tersebut, ada 10 cara penghapusan menurut Pasal 1381 KUH Perdata,
sbb:
1. pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
2. penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3. pembaharuan
piutang;
4. perjumpaan
piutang atau kompensasi;
5. percampuran
utang;
6. pembebasan
utang;
7. musnahnya
barang yang terutang;
8.
batal/pembatalan;
9. berlakunya
suatu syarat batal;
10.lewat waktu.
Sumber:
Buku Aspek Hukum Dalam Ekonomi
terbitan Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar