Rabu, 01 Mei 2013

Hukum Perikatan


Hukum perikatan
Di Indonesia, banyak terdapat hukum-hukum secara tertulis. Hukum-hukum tersebut di atur sedemikian rupa agar dapat diterima oleh kalangan masyarakat. Terlebih lagi untuk hukum perikatan. Di dalam sistem pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menganut sistem terbuka,yakni setiap orang dapat melaksanakan atau mengadakan perjanjian mengenai apa yang telah ditetapkan dalam Buku III KUH Perdata, baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
A. PENGERTIAN PERIKATAN (verbintenissenrecht)
Perikatan adalah hukum yang terjadi diantara dua orang pihak atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. Ternyata, ada beberapa perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah Hukum Perikatan.
1.      Menurut Wirjono Prodjodikoro
Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Perjanjian, verbintenissenrecht diterjemahkan sebagai hukum perjanjian bukan hukum perikatan.
2.      Menurut R. Subekti
Beliau memberikan artian menurut judul Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, dimana dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata, arti kata perikatan itu memiliki arti yang lebih luas yaitu:
a.       Persetujuan atau perjanjian
b.      Perbuatan yang melanggar hukum
c.       Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
Subekti memiliki asumsi bahwa perikatan muncul diawali dengan adanya sebuah perjanjian. Maka dari itu, perjanjian merupakan salah satu sumber yang menimbulkan perikatan, dan masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

B. MENGAPA ADA HUKUM PERIKATAN?
Tidak alasan jika tidak ada dasar. Begitu juga untuk Hukum Perikatan. Hukum Perikatan ada karena Hukum Perikatan memiliki dasar dan asas-asas yang memperkuat Hukum Perikatan. Dasar- dasar itu adalah sbb:
a.       Perikatan yang timbul dari persetujuan
b.      Perikatan yang timbul dari Undang-undang
c.       Perikatan yang terjadi tidak dengan perjanjian.
Lalu, asas-asas Hukum Perikatan adalah sbb:
a.       Asas kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.      Asas konsensualisme
Perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan memerlukan sesuatu formalitas. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata ada empat syarat suatu perjanjian yaitu:
·         Kata sepakat antara pihak yang mengikatkan diri
·         Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·         Mengenai suatu hal tertentu
·         Suatu sebab yang halal.

C. APA AKIBAT MELANGGAR HUKUM PERIKATAN?
Dalam Hukum Perikatan dikenal dengan sebuah istilah Wansprestasi, yaitu suatu keadaan dimana keadaan itu timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, baik karena lalai, maupun ingkar janji. Akibat dari melakukan wansprestasi adalah sbb:
·         Membayar kerugian yang diserita oleh kreditur dengan membayar biaya-biaya, rugi kreditur (rusaknya barang oleh kreditur misalnya), dan bunga karena kreditur mengalami kerugian atas keuntungan yang sudah diperhitungkan.
·         Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
·         Peralihan  rsiko, yaitu kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan pasal 1237 KUH Perdata.
·         Membayar biaya perkara pihak yang kalah membayar semua administrasi serta kerugian, jika perkaranya sampai ke pengadilan.
D. BAGAIMANA CARA MENGHADAPI HUKUM PERIKATAN?
Jika seorang debitur yang dituduh lalai, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman.
·         mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa, yakni pihak debitor menunjukan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itudisebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.
·         Mengajukan bahwa si kreditor sendiri juga telah lalai
·         Pelepasan hak, yaitu suatu sikap kreditor darimana pihak kreditor boleh menyimpulkan bahwa kreditor itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi.
Jika masing-masing pihak akan menghapuskan perikatannya tersebut, ada 10 cara penghapusan menurut Pasal 1381 KUH Perdata, sbb:
1.  pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
2.  penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3.  pembaharuan piutang;
4.  perjumpaan piutang atau kompensasi;
5.  percampuran utang;
6.  pembebasan utang;
7.  musnahnya barang yang terutang;
8.  batal/pembatalan;
9.  berlakunya suatu syarat batal;
10.lewat waktu.

Sumber:
Buku Aspek Hukum Dalam Ekonomi terbitan Grasindo







Tidak ada komentar:

Posting Komentar